 |
clan Tree Tag Grand Master T2GM
|
|
 |
Author | Post | Flamedr460n Posts:57 Ent
 |
 | |
Post Date: 06 Jan 2007 (09:52) |
rose ga bosen2....ga sakit mata apa liat buku dengan semut kata2 itu? :s
 | rosedragon Posts:604 Super Infernal
 |
 | |
Post Date: 06 Jan 2007 (12:08) |
Ngga, krn buku fiksi itu plg bikin imajinasi gw meluas, lbh luas drpd nonton apapun (game, tv, kartun, komik).
karena kita dipaksa buat bayangin sendiri kalo tulisan, jd bagi yg isa ngayal, lbh seru. Tp bagi yg daya khayalnya rendah (jarang seh orang keq gini) yah pasrah deh ga bakal isa nikmatin dipaksa gmanapun.
Kalo u skrg ga isa nikmatin tulisan, bukan brarti daya khayal loe rendah, biasanya seh cuma krn males en blom terbiasa.
 Life because you enjoying life, not because you must life. Because life is a gift not a burden. | bh_marshanda Posts:34 Newbie
 |
 | |
Post Date: 17 Jan 2007 (04:41) |
walaupun mata gw merem melek - merem melek bacanya tapi ga rugi deh... ;)
........................................................ | rosedragon Posts:604 Super Infernal
 |
 | |
Post Date: 22 Jan 2007 (04:54) |
-------------------------------
Chapter 6 : Cedar Rangers
-------------------------------
Eihab masih tertahan oleh beberapa prajurit kuil ketika sebuah anak panah menembus tangan pendeta utama. Pedangnya terjatuh tidak jauh dari tubuh Cezia yang pingsan. Sekelompok orang berpakaian hijau bermotif dedaunan membidikkan busur-busur mereka kearah para pendeta dan pasukan dewa dari atap-atap rumah.
Pendeta utama memelototi penyerangnya yang mengenakan kulit beruang sebelum lari pergi, diikuti oleh prajurit-prajurit kuil. Para pemanah itu dengan cekatan turun dari atap lalu bergegas menghampiri Cezia dan membawanya pergi.
Eihab berlari mengejar mereka hingga ia kehilangan jejak mereka di tepi hutan Iseult's Cedar yang rimbun. Eihab memutuskan untuk kembali kepenginapan, mengabaikan sisa-sisa kehebohan di jalan-jalan kota itu.
Eihab membubarkan para prajuritnya, berharap ia bisa meraih simpati para pemanah asing itu dan juga Cezia. Ia juga tidak yakin para prajuritnya bisa menandingi pemanah-pemanah yang sangat mahir dan cekatan itu. Setelah membekali dirinya dengan perbekalan, pakaian, dan obat, Eihab berderap ke dalam hutan yang tidak dikenalnya.
Wangi cedar di hutan itu sangat pekat dan memabukkan, seakan peri-peri menaburkan serbuk sihir untuk membuat lengah para pendatang. Dan memang Eihab lengah ketika sebatang anak panah melesat tepat diatas kepalanya dan menancap pada pohon di belakang Eihab.
"Berbaliklah dan pacu kudamu ksatria, anak panah berikutnya akan diarahkan tepat ke kepalamu!" seru pemanah dari atas rimbunnya pepohonan.
Eihab segera melepas sabuk pedangnya, membiarkan pedang dan sarungnya jatuh ke tanah lalu mengangkat kedua tanagnnya.
"Aku datang dengan damai untuk menemui perempuan yang kalian telah selamatkan. Aku kemari sebagai temannya!"
Bisik-bisik terdengar di dalam hutan di depan Eihab. Setidaknya ada tiga pemanah, pikir Eihab setelah melihat kilauan-kilauan mata panah. Setelah perundingan sepihak yang membuat Eihab tegang, empat pemanah turun dan mendatangi Eihab. Salah satunya menyita pedang Eihab dan menggeledah Eihab untuk mencari senjata tersembunyi. Setelah dua kali memeriksa barulah pemanah itu merasa puas dan mengangguk pada teman-temannya.
"Turunlah dari kudamu ksatria, jangan bertindak gegabah, dan ikuti kami. Kawan-kawan kami masih akan teruss membidik kepalamu," perintah pemanah itu dengan sopan.
Eihab turun dan menuntun kudanya mengikuti dua pemanah yang mengawalnya di depan, dua lagi di belakangnya, dan entah berapa lagi diatas pohon.
Mereka sampai di bagian hutan yang lebih lenggang. Pohon-pohon disana jauh lebih besar dari bagian hutan yang lain, jaraknya yang berjauhan memberi tempat untuk rumah-rumahkayu para pemanah, baik di tanah ataupun diatas pohon. Ukiran-ukiran pada rumah-rumah bulat yang sederhana it umengingatkan Eihab akan ukiran-ukiran di kota Iseult.
Beberapa wanita mengerjakan anyaman kayu atau menjahit pakaian sambil tetap waspada, bahkan anak-anak yang bercanda dan berlarian di sekitar pohon menyisihkan sebagian perhatian mereka untuk mengawasi hutan sekitar. Cukup sekilas Eihab tahu mereka semua terlatih dan telah menghadapi hari-hari yang sulit.
Eihab dibawa ke depan sebuah gubuk yang memiliki ornamen-ornamen yang dicat, kontras dengan gubuk-gubuk lain. Pemanah yang membawa pedang Eihab masuk lalu setelah beberapa saat keluar tanpa pedang Eihab. Di belakangnya seekor beruang muncul, Eihab hendak berteriak kemudian menyadari kalau itu hanyalah pria kekar yang memakai kulit beruang, pemanah yang menyelamatkan Cezia.
"Namaku Uruz si beruang, kepala suku kampung kecil ini," katanya dengan suara yang serak dan dalam seperti beruang. "Kami adalah penduduk Iseult yang menolak adat dan hukum pemerintahan Avandon, kami menamakan diri kami rakyat cedar. Kedatanganmu tidak diinginkan hai ksatria, tapi kami menghargai niat baik."
"Namaku Eihab Gillead, aku kemari tidak atas nama kerajaan manapun, dan aku akan menaati semua aturan kalian disini selama kalian tidak bermaksud jahat padaku dan Cezia, wanita yang kalian selamatkan."
"Kuterima janjimu ksatria, tapi bersumpahlah demikian demi anak cucumu untuk mengikat janji kita."
Eihab tanpa keberatan bersumpah walau ia heran sumpah itu demi anak cucu, bukan demi leluhur seperti normalnya. Pemanah-pemanah yang mengawal Eihab dibubarkan setelag sumpah itu diucapkan dan Urus meminta Eihab mengikutinya.
Setelah melewati beberapa pohon besar, mereka tiba di tepi danau yang begitu jernih dengan sebuah rumah beratap bulat yang unik. Sebuah petunjuk mata angin berbentuk naga pipih berada di atapnya dan dindingnya dipenuhi lukisan naga aneka warna. Tidak jauh dari sana beberapa anak diajari memanah oleh dua pria sepenuh hati dan tenaga.
Eihab sekarang mengerti arti sumpah itu. Sementara leluhur istirahat tenang di kuburnya, anak dan cucu lebih berharga dan membutuhkan berkat untuk tetap hidup dengan semestinya.
Rumah aneh itu dijaag dua pria besenjatakan tombak. Uruz mengajak Eihab masuk. Di dalam, Cezia tergeletak tak sadarkan diri diatas kasur jerami, dua pria dan satu wanota ahli penyembuhan yang biasa disebut cleric duduk di sekelilingnya sambil mendiskusikan sesuatu. Uruz berdeham dan menghentikan percakapan mereka.
"Kalian bisa membicarakan sihir dan naga nanti setelah ia sadar dan pulih."
Eihab maju ke samping Cezia, luka-lukanya sudah disembuhkan kecuali kakinya yang masih ditempeli rempah-rempah.
"Bagaimana keadaannya?"
"Luka-luka bakarnya tidak parah dan sudah kami sembuhkan. Ia hanya kelelahan luar biasa," jawab cleric pria yang jangkung.
"Mujizat..." gumam Eihab mengingat seberapa lama api sudah membakar Cezia.
"Koreksi, sihir," cetus cleric wanita.
"Mujizat itu sihirnya orang-orang munafik," lanjut cleric pria yang gemuk.
"Katakan, mengapa kalian berpendapat demikian?" tanya Eihab hati-hati agar tidak menyinggung mereka.
"Itu hanya masalah mengungkapkan tujuan dengan mantra atau tidak dengan mantra," terang cleric pria gemuk.
"Dengan latihan disiplin mental, seseorang bisa meraih potensi sihirnya untuk memanggil kekuatan alam," lanjut yang wanita.
"Kamu hanya perlu meyakini harapan atau keinginanmu," sambung si jangkung.
"Hasilnya tergantung besar potensi sihir dalam dirimu," sahut cleric wanita.
"Dan mantra mencegah benak kita membuat sihir yang tidak terkendali," kata cleric gemuk setengah bergumam.
"Itulah mengapa mujizat harus dibatasi penggunaannya," jelas cleric jangkung.
"Dan alasan gadis ini bisa memanggil kekuatan alam tanpa mengucapkan mantra," simpul cleric perempuan.
Cleric-cleric itu berbicara saling menyambung, tidak menyisakan satupun pertanyaan yang mau diajukan Eihab. Penjelasan mereka masuk akal walau sulit bagi Eihab untuk memahaminya.
Uruz membawa sebuah kursi ke salah satu dinding lalu duduk, kursi itu memprotes dengan sebuah deritan karena beratnya sang beruang.
"Duduklah EIhab. Dan kalian seharusnya memperkenalkan diri," tegur Uruz.
"Namaku Salt," kata cleric jangkung.
"Aku Pepper," lanjut cleric gemuk.
"Aku Sugar, senang bertemu anda," sapa cleric wanita.
"Namaku Eihab, seperti yang sudah kalian tahu," senyum Eihab hormat lalu duduk di salah satu kursi.
Mereka sedang membiacarakan danau cermin di belakang rumah ketika Cezia siuman.
"Cezia!" Eihab langsung bergegas menghampiri lalu menggenggam tangan Cezia. "Syukurlah kamu tidak apa-apa!"
"Tuan Eihab? Dimana..." Cezia dengan lemah melihat sekelilingnya. "Mengapa?" tatapnya pada Eihab.
"Jangan khawatir Cezia, mereka penyelamatmu," terang Eihab.
"Mengapa kau menolongku tuan Eihab?"
"Aku percaya kamu bukan penjahat Cezia."
Cezia mengangguk lemah tapi ia belum bisa santai. Setelah mempertimbangkan beberapa saat, Cezia memutuskan untuk menanyakan hal yang menjadi kekhawatiran utamanya.
"Naga itu... Sirrion... bagaimana?"
Para cleric dan Urus saling berpandangan, Uruz menghela nafas sebelum memberi isyarat pada Sugar. Sugar masuk ke ruangan lain lalu kembali membawa bubur untuk Cezia.
"Akan saya terangkan setelah kamu habiskan bubur itu," tegas Uruz tidak bisa diganggu gugat.
Bubur itu wangi kayu cedar dan kayu manis serta ramuan obat-obatan. Rasanya sedikit pahit tapi lezat terutama karena Cezia kelaparan. Sugar membawakan semangkuk lagi untuk Eihab, yang terkejut karena keunikkan dan kelezatan bubur sehat itu. Mereka menyelesaikan makannya sementara Uruz dan para cleric mendiskusikan tentang Sirrion setelah kedua tamu mereka menghabiskan buburnya.
"Kami menemukan naga itu tergeletak luka parah di utara hutan tadi pagi. Tampaknya ia habis bertarung dengan para gargoyle jahat yang menghuni kuburan angker di utara hutan. Ia berjasa besar abgi penduduk sekitar sini terutama kami, gargoyle-gargoyle itu sering menculik manusia untuk dijadikan budak dan santapan mereka," Uruz menghela nafas sejenak dan membiarkan Salt menjelaskan sisanya.
"Luka-lukanya sangat parah tapi ia tidak mau didekati siapapun dan memaksa diri untuk terus siaga, darahnya terus mengalir keluar karena itu."
"Aku mau kesana sekarang!" tegas Cezia tanpa kebimbangan.
"Tapi itu berbahaya!" sergah Eihab.
"Bahkan kamu sendiri masih lemah nona," setuju Uruz.
"Aku berusaha membunuhnya tapi ia menyelamatkan nyawaku," kata Cezia. Dalam hati ia menambahkan Sirrion tanpa sengaja dua kali menyelamatkan nyawanya. Cezia menatap orang-orang itu dengan penuh keyakinan.
"Baiklah kalau kamu memaksa," Urus menyerah.
 Life because you enjoying life, not because you must life. Because life is a gift not a burden. | |
 |
 |
 |
|
|
|
 |